Anda sudah selesai membaca sebuah karya tentang studi agraria? Tuliskan kembali ringkasan bacaan Anda dan kirimkan ke : studiagraria@gmail.com. Kami akan memuatnya di situs ini. Dan, mari kita membicarakannya.

Rabu, 10 Maret 2010

Lucia da Corta, "The Political Economy of Agrarian Change: Dinosaur or Phoenix?"


Lucia da Corta, The Political Economy of Agrarian Change: Dinosaur or Phoenix?" dalam The Comparative Political Economy of Development, Africa and South Asia, Edited by Barbara Harris - White and Judith Heyer. London, Routledge, 2010, hal. 18-46

Penyumbang Naskah: Noer Fauzi Rachman

Karya da Corta ini adalah naskah yang mudah dipahami. Ia mampu membedah secara kritis pendekatan studi-studi kemiskinan kronis (chronic poverty) yang populer baik dalam dunia akademik maupun di lembaga-lembaga pembangunan internasional selama hampir dua dekade belakangan ini.

Naskah ini pada awalnya terbit sebagai salah satu serial kertas kerja yang diterbitkan oleh Oxford Department of International (ODID), Oxford University pada November 2008. Publik mengenal serial kertas kerja ini sebagai QEH (Queen Elizabeth House) Working Paper Series merujuk pada nama bangunan tempat ODID berkantor.

Nah, dalam tulisannya ini, da Corta menunjukkan bahwa pendekatan Political Economy of Agrarian Change (PEACH) mampu meningkatkan mutu penelitian seputar masalah kemiskinan yang kronis berikut transformasinya di daerah pedesaan. Seturut perjalanannya, studi terhadap kemiskinan kronis ini sendiri sebenarnya bermula dari keprihatinan panjang para peneliti terhadap proses panjang penciptaan kemiskinan dan - yang sekarang dilakukan - adalah terhadap hal-hal yang membuat orang mampu sepenuhnya keluar dari kemiskinan.

Sejatinya, dalam upaya memahami kemiskinan kronis, kepedulian para peneliti tersebut bertemu dengan kepedulian PEACH. Perbedaannya terletak pada teori yang secara metodologis sangat individualistik. Teori ini dikembangkan oleh para peneliti kemiskinan kronis semenjak tersingkirnya PEACH dari arena utama ilmu sosial maupun kebijakan lembaga pembangunan internasional di tahun 1990-an.

Selanjutnya metodologi yang individualistik ini menjadi suatu perdebatan tersendiri. Dan bahkan menjadi arus utama dalam studi-studi kemiskinan. Menghindar dari upaya mengungkap penyebab kemiskinan kronis yang sifatnya struktural dan relasional, para peneliti dalam arus utama ini mengutamakan penyelidikan terhadap proses eksklusi sosial dan ciri-ciri serta pengalaman rakyat menjalani hidup miskin dari generasi ke generasi.

Da Corta selanjutnya menunjukkan keterbatasan dari metode individualisme ini. Menurutnya, pemahaman terhadap perangkap kemiskinan yang disebabkan oleh ketiadaan aset berikut cara mengatasinya merupakan usaha yang penting dan berguna. Namun, "itu cuma sebagian saja dari keseluruhan cerita," lanjutnya pula. Ia kemudian menunjukkan bahwa, "(t)anpa penjelasan-penjelasan yang memasukkan hubungan-hubungan sosial yang sangat tidak adil dimana rakyat miskin terikat, dan situasi ekonomi politik yang luas, analisis demikian sungguh dangkal."

Kontras dengan hal itupula, "studi-studi PEACH mengenai kerentanan dan cara mengatasi kemiskinan sepanjang masa kelaparan massal dan krisis yang terkait dengan musim, menunjukkan bagaimana beragam kelompok elite mengambil keuntungan, atau bahkan merekayasa kesempatan untuk akumulasi kekayaan melalui perampasan aset di masa kelaparan massal dan penumpukan makanan. Ini dilakukan untuk mendorong terjadinya kenaikan harga atau memanfaatkan kesempatan untuk mengukuhkan ikatan-ikatan kerja jangka panjang, yang ke semua itu membuat rakyat miskin semakin rentan dalam menghadapi masa kelaparan massal berikutnya." (da Corta 2010:23)

Da Corta juga menunjukkan bagaimana generasi selanjutnya dari studi-studi mengenai kemiskinan kronis menggunakan perspektif yang lebih baik. Generasi baru ini mulai mempertimbangkan bagaimana kekuasaan bekerja dan apa saja ragam hubungan sosial yang menghalang-rintangi kekuatan untuk mengubah rakyat menjadi miskin. Selain itu mereka juga melihat bagaimana perangkap-perangkap kemiskinan, pendapatan yang rendah dan kerentanan yang tinggi itu dibentuk oleh proses-proses politik, sosial dan kultural. Beberapa peneliti dari generasi ini telah menuliskan laporan-laporan untuk pusat penelitian kemiskinan kronis (Chronic Poverty Research Centre/CPRC) yang dikelola oleh University of Manchester, Manchester, Inggris.

Satu dari berbagai konsep kunci yang diajukan generasi baru studi kemiskinan kronis ini misalnya adalah adverse inclusion and social exclusion (AISE). Menurut evaluasi da Corta, dengan konsep adverse inclusion, para peneliti AISE maju selangkah karena menganjurkan pendekatan yang mengutamakan pada hubungan-hubungan sosial dan transformasinya. Ini sebagaimana dikemukakan oleh penganjur utamanya,

Konsep adverse inclusion ini ... menjaring cara-cara dimana strategi melanjutkan hidup secara lokal dimungkinkan dan dihambat oleh hubungan-hubugan ekonomi, politik dan sosial yang terus menunjukkan pengaruhnya di berbagai ruang dan waktu, hidup dalam periode kerja yang panjang dan dalam siklus tertentu, hidup di ruang lokal hingga global. Hubungan-hubungan ini disetir oleh kekuasaan yang sangat timpang (Hickey dan du Tois 2007, sebagaimana dikutip da Corta 2010:26)

Meski demikian, dalam tulisan ini, da Corta menunjukkan bahwa para pengguna AISE kekuarangna alat analitik untuk menyoroti proses-proses ekonomi politik yang menyebabkan terikatnya rakyat ke dalam proses pasar yang akan membuatnya terperangkap dalam kemiskinan kronis, dan kembali meneguhkan model penjelasan mereka sendiri. Walhasil, mereka tidak mampu untuk sepenuhnya (dan menghindar untuk) menjelaskan sebab-sebab eksternal dari kerentanan dan mengapa rakyat miskin terperangkap dalam kemiskinan.

Sebagai tandingan atas pendekatan metodologis yang individualistik adalah critical realist approach yang terbuka, holistik (mikro dan makro), terdiri dari berbagai hubungan sosial dan lainnya yang saling mengikat dan bergantung satu sama lain (interdependencies), serta sungguh bersifat plural dan melintasi batas-batas bidang ilmu (post-disciplinary).

Da Corta mempromosikan bahwa,
"(k)eterbukaan dari metodologi critical realist sungguh penting untuk analisis kemiskinan karena kerangkanya yang terbuka memungkinkan analisis tidak hanya mengenai bagaimana obyek-obyek studinya itu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan, melainkan juga secara kritis (terbuka pada) penelitian empiris yang melepaskan diri dari perangkap teori yang menyamakan begitu saja kemiskinan dan eksklusi sosial. Karena kerangka penjelasnya tidak lagi tertutup, penelitian empiris dapat menyelidiki kemungkinan bahwa kemiskinan itu adalah hasil dari mengikatkan diri pada proses-proses ekonomi, kemasyarakatan, politik yang tingkatnya meso maupun makro" (da Corta 2010:10).

Pada titik inilah da Corta menunjukkan arti penting dari alat-alat kerja konseptual yang telah dikembangkan dahulu oleh PEACH, seperti: eksploatasi hubungan patron-klien dan kemerosotannya, diferensiasi kelas, akumulasi modal, patronase negara, perubahan hubungan kepemilikan, dan lainnya. Lebih dari itu, da Corta juga menunjukkan bahwa cara pandang yang bersifat karikatural atas PEACH telah membuat para penganjur adverse incorporation ini menutup diri pada konsep-konsep kunci yang telah dikembangkan oleh para peneliti PEACH atas dasar penelitian lapangan (village studies) yang mendalam dan panjang serta debat akademik yang terbuka sepanjang tahun 1970-an, memuncak di tahun 1980-an hingga masa surutnya di akhir tahun 1990-an.

Di bagian akhir dari artikel ini, da Corta menunjukkan pentingnya untuk, tidak ragu-ragu, mengkombinasikan PEACH dengan AISE, dan meninggalkan pendekatan metodologi individualistik serta menggantinya dengan metodologi critical realist. Ia berkesimpulan bahwa,

Meluaskan penelitian kemiskinan kronis melalui penggunaan pendekatan PEACH yang plural memungkinkan suatu analisis kausal yang lebih mendalam. Dan dengan demikian membuka pintu yang lebih terbuka pada rentang pilihan dan kemungkinan perubahan kebijakan yang lebih progresif dan memberdayakan. Sebagai contoh, ketika kemiskinan diteorikan sebagai masalah resiko dan kerentanan belaka, pemecahan yang ditawarkan sering berupa jaminan sosial atau perlindungan sosial; ketika hal itu dipahami sebagai hasil buruk dari mengikatkan diri pada hubungan-hubungan dan kekangan ras, kasta atau gender, maka pemecahannya adalah aksi afirmatif. Namun, apabila kita memahami kemiskinan sebagai suatu masalah yang mengikatkan diri (incorporation) pada cara kerja normal dari pasar dan kapitalisme (the normal workings of markets and of capitalisms), maka kebijakan akan mengacu pada pengaturan atas efek yang memiskinkan dari kapital, dan pemberdayaan melalui kebijakan pro-labour and pro-poor development daripada pro-capital. Itu juga berarti pemeriksaan dan peninjauan ulang (dan kemudian diikuti dengan perundingan ulang) pada perusahaan-perusahaan nasional dan global berkenaan dengan kebijakan-kebijakan ketenagakerjaan mereka (da Corta 2010:40)

Dinosaurus atau burung Phoenix? Da Corta secara menarik menggunakan dua simbol rujukan untuk memprovokasi pembacanya dalam memahami kedudukan PEACH. Dalam hal ini da Corta mempertanyakan: apakah cocok jika PEACH diibaratkan sebagai seekor dinosaurus yang punah akibat kegagalannya bertahan hidup di ekosistem yang berubah drastis akibat jatuhnya meteor ke bumi. Ataukah, lebih cocok diibaratkan sebagai burung phoenix yang memiliki siklus hidup berjaya hingga mati membakar dirinya sendiri, dan dari abunya muncul kembali generasi phoenix baru. Nah, bagaimana menurut Anda?

Catatan: Lucia da Corta adalah peneliti lepas yang saat ini bekerja untuk Chronic Poverty Research Centre (CPRC) di London dan mengetuai CPRC Comparative Life History Project. Naskah da Corta secara utuh bisa diunduh disini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar