Anda sudah selesai membaca sebuah karya tentang studi agraria? Tuliskan kembali ringkasan bacaan Anda dan kirimkan ke : studiagraria@gmail.com. Kami akan memuatnya di situs ini. Dan, mari kita membicarakannya.

Selasa, 21 Juni 2011

Powers of Exclusion: Land Dilemmas in Southeast Asia


Judul: Powers of Exclusion: Land Dilemmas in Southeast Asia
Penulis:  Derek Hall, Philip Hirsch dan Tania Murray Li
Penerbit: National University of Singapore (NUS) Press
Tahun:  2011
Tebal:  266 halaman

Penyumbang naskah: Yance Arizona dan Elisabet Tata

Debat soal tanah seringkali dihadirkan sebagai konflik antara pemanfaatan tanah yang berorientasi pasar melalui hak kepemilikan di satu sisi dengan kesetaraan akses, produksi tanaman subsisten, serta kepedulian terhadap tradisi di sisi lain. Tapi buku berjudul Powers of Exclusion  ini bicara lain.

Karya teranyar dari Derek Hall, Peter Hirsch dan Tania Murray Li itu menghindari perdebatan soal tanah seperti tersebut di muka. Ia menunjukkan bawa setiap pemanfaatan tanah yang produktif perlu upaya untuk menyingkirkan pengguna-pengguna potensial tanah lainnya. Upaya ini kemudian menjadi proyek-proyek untuk mengubah ikatan pertanahan berikut beragam dilema yang menyertainya.

Alih-alih mengontradiksikan  “penyingkiran” (exclusion) dengan “penyertaan” (inclusion), buku ini mengusulkan bahwa perhatian harus diberikan pada siapa yang tersingkirkan, bagaimana, mengapa, dan apa konsekuensi yang ditanggung. Inilah pendekatan baru yang ditawarkan untuk mengamati dinamika perkembangan agraria di masa kini.

Dari studi kasus yang diperoleh sejak tahun 1980-an di tujuh negara di Asia Tenggara (Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam), ditemukan adanya empat kekuatan untuk menyingkirkan (powers of exclusion) para pengguna potensial tanah. Mereka adalah  peraturan (regulation), pasar (market), legitimasi (legitimation), dan paksaan (force) – yang bersama-sama membentuk ikatan pertanahan dalam cara baru dan yang acapkali mengagetkan. 

Berikut penjelasan lebih jauh tentang ke empat kekuatan tersebut:

Peraturan (regulation) menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan orang tersingkir dari kepemilikan atau keuntungan untuk mendapat manfaat atas tanah. Peraturan yang dimaksud baik berupa peraturan formal maupun peraturan informal. Peraturan formal adalah peraturan apapun yang dibuat oleh lembaga formal yang merepresentasikan negara. Sedangkan peraturan informal adalah peraturan yang dibuat atau dikembangkan oleh otoritas di luar negara, misalkan hukum adat ataupun kebiasaan yang diterapkan masyarakat dalam mengatur pembagian dan penggunaan sumber daya alam.

Paksaan (force) tentu saja bisa menyingkirkan. Oleh karena itu, paksaan atau kekuatan terhadap petani akan membuat mereka tersingkir dari tanah yang selama ini menghidupinya. Kekerasaan bisa dilakukan oleh berbagai pihak yang berebut dalam konflik tanah. Tidak saja oleh militer tetapi juga dapat terjadi dalam bentuk penyingkiran melalui kekerasan antar-etnis.

Pasar (market) yang bekerja sebagai pengontrol kegiatan ekonomi yang dilakukan terhadap tanah dan manusia. Campur tangan pasar tidak hanya terbatas pada distribusi produk, melainkan juga pada kemampuannya untuk ikut menentukan bagaimana dan dimana produksi kebutuhan pasar akan dilakukan. Tekanan inilah yang menentukan siapa yang akan tersingkir dalam pertanian. Pasar berkerja dalam mengontrol harga tanah, komoditas dan juga kredit usaha pertanian.

Legitimasi (legitimation) berkaitan justifikasi atas nilai-nilai moral yang menjadi dasar tentang apa yang baik atau buruk, benar atau salah dalam hubungan petani dengan tanahnya. Legitimasi dalam praktiknya hadir dalam wujud penyingkiran atas nama pembangunan (developmentalism), keberadaban (civilization), kemodernan (modernity) dan juga paham lingkungan (environmentalism).

Secara sederhana, penggunaan kekuatan untuk menyingkirkan itu dapat dijelaskan dengan rumus 4 x 6. Mengapa demikian, karena mereka terjadi dalam enam proses penyingkiran.

Ke enam proses penyingkiran itu adalah: (1) regularisasi hak atas tanah, melalui program pemerintah tentang pendaftaran tanah, formalisasi dan perdamaian; (2) ekspansi ruang dan intensifikasi melalui konservasi hutan dengan menekan aktivitas pertanian: (3) new boom crop berupa ekspansi tanaman monokultur yang menyebabkan konversi lahan besar-besaran; (4) konversi tanah setelah penggunaan untuk pertanian; (5) proses-proses yang timbul dari formasi agraria di dalam desa yang melibatkan tali persaudaraan dan tetangga desa (intimate exclusions); (6) mobilisasi kelompok-kelompok untuk mempertahankan akses mereka terhadap tanah.

Nah, Anda ingin mendengarkan penjelasan langsung dari Tania Li mengenai buku ini? Sila nikmati tayangannya di rubrik Ceramah Agraria di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar