Anda sudah selesai membaca sebuah karya tentang studi agraria? Tuliskan kembali ringkasan bacaan Anda dan kirimkan ke : studiagraria@gmail.com. Kami akan memuatnya di situs ini. Dan, mari kita membicarakannya.

Rabu, 21 April 2010

“How Neoliberalism Makes Its World. The Urban Property Rights Project in Peru” karya Timothy Mitchell

Oleh: Noer Fauzi dan Elisabet Tata

Tulisan Timothy Mitchell ini adalah salah satu bab dalam sebuah buku berjudul The Road From Mont Pelerin: The Making of the Neoliberal Thought Collective yang diedit oleh Philip Mirowski dan Dieter Plehwe. Buku ini diterbitkan pada 2009 oleh President and Fellows of Harvard College.

Di sini Mitchell membedah salah satu proyek bersama Pemerintahan Peru dan Bank Dunia yang dinamai Peru-Urban Property Rights Project. Ini adalah proyek demo neoliberalisme yang terinspirasi pemikiran Hernando de Soto. Dimulai pada 1998 dan diakhiri secara penuh pada 2004.


Neoliberalisme dipahami sebagai suatu paham yang mengagungkan kebebasan individu melalui kelembagaan ekonomi politik yang diatur berdasarkan prinsip-prinsip kepemilikan pribadi, akumulasi modal, pasar bebas, dan perdagangan bebas, dan anti pada pengaturan kolektif oleh lembaga Negara maupun masyarakat. Neoliberalisme menunjukkan dirinya dengan proyek ini.

Michell menyebut Urban Property Rights Project yang dilaksanakan di Peru ini sebagai “an ambitious and widely discussed economic experiment.” Dalam tulisan ini ia memulai kajiannya dengan mengajak kita membaca laporan akhir proyek yang dibuat Bank Dunia pada Desember 2004, “Implementation Completion Report (SLC-43840). On a Loan in the Amount of $36.12 Million to Republic of Peru for an Urban Property Right Project.”

Meski proyek Bank Dunia ini diterapkan di Peru, sesungguhnya ia menyasar masalah yang ditemui di hampir semua negara-negara paska kolonial di Amerika Latin, Asia dan Afrika (global south). Gelombang perpindahan penduduk dari desa ke kota membuat sudut-sudut kota berubah menjadi hunian. Para pemukim baru di kota itu mengatur dirinya sendiri secara informal tanpa kehadiran negara. Inilah mayoritas penduduk kota-kota besar sekarang. Mereka hidup tanpa layanan perkotaan yang memadai maupun kepastian pekerjaan dan pendapatan.

Bank Dunia mendukung proyek untuk mengubah perkampungan informal kota menjadi permukiman yang legal dan tertata. Rencana awalnya adalah menyusun prosedur sederhana untuk mendaftar kepemilikan mereka kemudian menjadikan mereka sebagai pemilik sah atas rumah dan tanah yang mereka huni.

Pemerintah Peru dan Bank Dunia percaya bahwa menciptakan pemilik-pemilik properti adalah jalan mudah, sederhana dan murah untuk mengakhiri kemiskinan yang meluas. Memegang sertifikat tanah dan rumah memungkinkan rakyat kecil menggunakan tanah dan rumahnya sebagai agunan untuk pinjaman ke bank. Pinjaman itu dapat dijadikan modal untuk memulai usaha kecil. Masing-masing keluarga, dengan demikian, berpotensi memunculkan seorang wirausahawan.

Formalisasi kepemilikan akan dengan sendirinya meningkatkan nilai dari properti yang dimiliki itu. Dalam kasus Peru ini, diperkirakan harga tanah per seratus meter persegi meningkat dua kali lipat. Dokumen proyek menghitung hanya dengan hanya 66 juta dolar AS (38 juta dolar AS dari hutang Bank Dunia dan sisanya dari APBN Peru), pemerintah Peru akan menciptakan keuntungan sebesar 1,75 milyar dolar AS (Bank Dunia, 1999, hal.9). Suatu perhitungan yang menggiurkan!

Mitchel mengajak pembaca melihat bahwa proyek ini tidak mungkin ada bila tak ada Hernando de Soto dan Institute for Liberty and Democracy (ILD) yang berkantor di Lima, ibukota Peru. Mereka lah yang mampu mengubah ide-ide dan slogal-slogan ekonomi neoliberal menjadi kampanye reorganisasi neoliberal di Peru pada 1980an dan 1990an.

Menurut De Soto, munculnya perumahan informal dan bentuk-bentuk lain dari aktivitas yang ilegal dan yang belum diatur oleh negara bukanlah gejala dari keterbelakangan ekonomi, melainkan karena peraturan yang tumpang tindih. Penyederhanaan proses pendaftaran kepemilikan properti akan mengubah aset-aset mati (dead assets) menjadi modal hidup (live capital) dan mengubah pemilik rumah menjadi seorang pengusaha.

Pada 1992-1994, ILD menjalankan program percontohan pendaftaran kepemilikan di Lima. Program ini mampu memberikan sertifikat untuk kira-kira 200.000an rumah tangga. Dua tahun kemudian, pemerintah Peru meluncurkan program pendaftaran tanah dan rumah dengan sasaran wilayah ibukota dan tujuh kota lainnya. Program ini diperkirakan mampu menjangkau 90 persen dari seluruh perumahan informal yang ada di negeri itu.

Selanjutnya pemerintah memperluas jangkauannya ke enam kota berikutnya. Ketika program itu selesai pada 2004, sebagaimana diuraikan dalam laporan akhir Bank Dunia (2004), ia mampu menjangkau 1,2 juta rumah tangga dan mengeluarkan 920.000 sertifikat kepemilikan.

Argumen utama dari tulisan Mitchel ini adalah bahwa selesainya Urban Property Right Project di Peru sesungguhnya menyediakan kondisi yang memungkinan bagi para ekonom neoliberal untuk memapankan ilmu ekonomi mereka melalui apa yang disebut sebagai eksperimen alamiah (natural experiment).

Sejak lama ilmuwan ekonom neoliberal berargumen mengenai betapa mendasarnya fungsi kepastian kepemilikan pribadi (private property) itu bagi pertumbuhan ekonomi. Selesainya Urban Property Right Project di Peru ini membuka jalan bagi penelitian pada skala nasional.

Berbagai studi yang dilakukan untuk mengkaji proyek di Peru memperlihatkan bahwa hasil proyek masih belum seperti apa yang diharapkan sebelumnya. Pemberian sertifikat kepemilikan ternyata tidak memengaruhi akses orang miskin terhadap kredit usaha. Hipotek memang meningkat, tapi itu terjadi setelah pemerintah memberikan subsidi terhadap pemilik hipotek yang berpenghasilan rendah.

Erica Field, ekonom dari Universitas Harvard, menunjukkan hasil yang tak diharapkan dan tak terduga sebelumnya. Kehidupan ekonomi mereka yang kini menjadi pemilik properti yang sah berubah: (mereka kini) bekerja lebih giat!

Hasil studi Field yang berjudul Entitled to Work: Urban Poverty and Labor Supply in Peru (2003), yang kemudian diterbitkan dalam The Quarterly Journal of Economics 2007:122(4):1561-1602 itu mencengangkan publik tak terkecuali ekonom senior seperti Alan Krueger dari Universitas Princeton dan Bradford de Long dari Universitas California yang menulis ulasan khusus mengenai hasil studi Field.

Field memperlihatkan bahwa setelah mendapatkan sertifikat kepemilikan yang sah, jumlah jam kerja rata-rata anggota rumah tangga meningkat menjadi 17 persen. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi 40 persen seiring dengan pengaruh sertifikasi yang makin kuat. Selain itu terjadi pula redistribusi tenaga kerja dari pekerja rumahan menjadi pekerja luar rumah, dari pekerja anak menjadi pekerja dewasa. Sertifikasi kepemilikan ternyata terkait dengan terjadinya penurunan jam kerja rumahan sebesar 47 persen dan penurunan pekerja anak sebesar 28 persen.

Memegang sertifikat ternyata membebaskan orang dari perasaan was-was jika miliknya dicuri orang lain. Ini membuat mereka kini lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Situasinya kini juga dirasa lebih aman, tidak seperti dulu saat kaum dewasa merasa lebih baik menjaga rumah dan anak-anak disuruh pergi bekerja. Sekarang anak-anak lah yang diminta tinggal di rumah sementara kaum dewasa menggantikan posisi mereka.

Jaringan neoliberal sontak merayakan temuan eksperimen alamiah ini. Mengapa? Mitchell memberikan tiga jawaban pokok: pertama, eksperimen di Peru ini mengonfirmasi inti dari doktrin neoliberal bahwa hak kepemilikan pribadi adalah syarat mendasar bagi pembangunan ekonomi. Mengesahkan kepemilikan pribadi dan menuai keuntungan darinya dapat disempurnakan dengan menetapkan peraturan dan membangun kelembagaan yang tepat.

Kedua, temuan Field menjadi argumen baru bagi kaum neoliberal untuk menghantam “musuh-musuh mereka”. Ia seperti membangunkan kembali argumen Peter Bauer, ekonom neoliberal yang gencar mengkritik pembangunan yang dijalankan negara (state led development). Pada 1984, Bauer pernah berpendapat bahwa warga negara Dunia Ketiga sejatinya berjiwa wirausahawan sejati (natural entrepreneur) yang ironisnya digerus oleh kebijakan-kebijakan negara kolonial dan negara pembangunan pasca kolonial. Menurut Bauer dan para pengikutnya, mereka menjadi miskin akibat birokrasi negara yang mengekang dan kegagalannya melindungi kepemilikan pribadi sehingga mengecilkan kecenderungan alamiah untuk bekerja keras dan mencari keuntungan.

Ketiga, temuan itu memungkinkan para sponsor proyek di Peru, utamanya Bank Dunia dan ILD, untuk menutupi atau setidaknya mengabaikan kegagalan dan menyebut hasilnya sebagai sebuah keberhasilan. Bank Dunia gagal mendapatkan hasil seperti yang diharapkan yaitu meningkatnya pemberian pinjaman pada kaum miskin. Namun memperoleh hasil lain yang disebut sebagai “an unexpected but welcome outcome” berupa kerja yang lebih giat dari para pemilik sertifikat.

Mitchell menulis bahwa selesainya proyek itu bukan hanya merupakan jawaban ekonom neoliberal terhadap persoalan kemiskinan perkotaan, tapi juga jawaban atas persoalan ekonom (neoliberal) itu sendiri. Ini juga yang menurut Mitchell menjadi alasan tambahan mengapa studi Field menjadi pembicaraan di kalangan ekonom.

Sejatinya, semua ekonom, bukan hanya yang neoliberal, senantiasa berusaha meyakinkan orang lain bahwa apa yang disampaikannya adalah benar. Model-model ekonomi yang abstrak memang biasa digunakan oleh pejabat publik atau pimpinan korporasi sebagai cetak biru - dasar dari kebijakan tertentu. Meski sebenarnya ekonom memiliki masalah untuk menjawab apakah modelnya itu telah memperoleh konfirmasi secara empiris melalui uji coba tertentu ataukah belum.

Sementara itu, untuk membangun suatu eksperimen yang berkenaan langsung dengan masyarakat memakan biaya tinggi, rumit dan sering kali tak dapat diandalkan. Alternatifnya adalah menggunakan apa yang secara aktual terjadi dalam kehidupan ekonomi sebagai suatu arena dimana uji coba itu dilakukan. Inilah dasar dari apa yang disebut McGinnis pada 1964 sebagai suatu “eksperimen alamiah” (natural experiment), yakni suatu situasi dimana tatanan sosioteknis yang telah dibangun dan yang akan memiliki dampak sebagaimana yang diinginkan untuk diteliti diubah karena terjadinya beberapa peristiwa atau situasi yang berada “jauh di luar kendali peneliti.”

Jika membaca karya ini dengan seksama, Anda bukan hanya diajak menelusuri bagaimana jaringan intelektual neoliberal mampu mengubah ide-ide dan slogan ekonominya menjadi proyek-proyek unjuk gigi atas keampuhan resep-resepnya. Melainkan juga secara khusus menunjukkan bagaimana sesuatu yang oleh para ekonom disebut eksperimen alamiah itu sesungguhnya bukan suatu eksperimen yang dilakukan di alam. Eksperimen alamiah adalah suatu upaya untuk memapankan fakta-fakta yang berlaku dalam dunia yang telah dikelola sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk dibuatnya pengetahuan ekonomi dari sana.

Dan melalui eksperimen alamiah ini pula, dalam kasus proyek Peru, pengetahuan ekonomi neoliberal dimapankan. Jadi, masalahnya bukan lagi apakah pengetahuan ekonomi itu benar atau salah, melainkan bagaimana klaim akan kebenaran itu berhasil dimapankan.*** 

Tentang Penulis:
Timothy Mitchell adalah seorang profesor di Department of Middle East and Asian Languages and Cultures dan School of International and Public Affairs Universitas Kolombia. Ia adalah seorang ilmuwan teori politik yang menulis tentang rezim modern kekuasaan dan ilmu pengetahuan melalui studi kolonialisme, ekonomi politik pembangunan, politik agraria, politik minyak dan ilmuwan ekonomi abad duapuluh. Buku-buku yang ia tulis adalah Colonising Egypt (1991) dan Rule of Experts: Egypt, Techno-Politics, Modernity (2002). Tulisannya terbit di sejumlah jurnal ilmiah antara lain American Political Science Review, Comparative Studies in Society and History, Cultural Studies, Theory and Society, The Review of African Political Economy, International Journal of Middle Eastern Studies, Social Text.

Tentang Buku:
The Road from Mont Pèlerin menyajikan perdebatan dan konflik yang terjadi antar ilmuwan neoliberal dan sekutu bisnis dan politik mereka terkait dengan serikat datang, ekonomi pembangunan, kebijakan antitrust, dan pengaruh filantropi. Buku ini terdiri dari tiga bagian utama. Bagian pertama mengajak pembaca untuk menelusuri kembali asal muasal neoliberalisme di empat negara yaitu Perancis, Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat. Bagian kedua adalah perdebatan yang terjadi seputar wacana neoliberalisme. Bagian ketiga mengisahkan praktik-praktik nyata dari neoliberalisme. Tulisan Mitchell ada di bagian ini.

Judul buku diambil dari Mont Pelerin Society , sebuah perkumpulan ilmuwan dan pemikir neoliberal yang terdiri dari berbagai profesi seperti ekonom (kebanyakan dari profesi ini), sejarawan, filsuf, jurnalis dan pemenang nobel. Perkumpulan ini terbentuk tahun 1947 atas inisiatif Profesor Friedrich von Hayek di Mont Pelerin, dekat Montreux, Swiss. Sampul depan buku ini memuat foto yang menampilkan beberapa anggota Mont Pelerin Society saat mereka bertemu pertama kali di tahun 1947.

Pada mulanya mereka hanya mendiskusikan soal negara dan liberalisme (dalam terminologi klasik) dalam pemikiran dan praktik. Kini mereka bertemu secara rutin untuk saling bertukar gagasan demi memperkuat prinsip-prinsip dan praktik-praktik masyarakat yang bebas serta untuk mempelajari berbagai karya, kebaikan dan kekurangan sistem ekonomi yang berorientasi pasar. 


Tambahan: Silakan klik di sini untuk melihat "iklan" Urban Property Right Project di Peru dalam bentuk film pendek. Jika Anda berminat untuk membaca karya Mitchell secara utuh, silakan kirim email ke studiagraria@gmail.com.